Cari Artikel

Showing posts with label Kajian. Show all posts
Showing posts with label Kajian. Show all posts

Monday, 4 September 2017

Banyak Dari Kita Salah Faham Dengan Air Hujan



Kita selalu mengatakan kepada anak-anak "Jangan mandi hujan, nanti sakit"

Padahal Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam selalu membahasi rambut beliau dengan air hujan, dan mengatakan "Ini Rahmat, air ini suci"

Saturday, 9 April 2016

7 Langit & 7 Malaikat Penjaga





Kisah Sahabat Nabi Telah diceritakan oleh Ibnu al-Mubarak tentang seorang laki-laki yang bernama Khalid bin Ma’dan, dimana ia pernah bertanya kepada Mu’adz bin Jabal ra., salah seorang sahabat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.

“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang telah engkau dengar langsung dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam., suatu hadits yang engkau hafal dan selalu engkau ingat setiap harinya disebabkan oleh sangat kerasnya hadits tersebut, sangat halus dan mendalamnya hadits tersebut. Hadits yang manakah yang menurut engkau yang paling penting?”

Kemudian, Khalid bin Ma’dan menggambarkan keadaan Mu’adz sesaat setelah ia mendengar permintaan tersebut, “Mu’adz tiba-tiba saja menangis sedemikian rupa sehingga aku menduga bahwa beliau tidak akan pernah berhenti dari menangisnya. Kemudian, setelah beliau berhenti dari menangis, berkatalah Mu’adz: Baiklah aku akan menceritakannya, aduh betapa rinduku kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, ingin rasanya aku segera bersua dengan beliau”

Selanjutnya Mu’adz bin Jabal ra. mengisahkan sebagai berikut, “Ketika aku mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam., beliau sedang menunggangi unta dan beliau menyuruhku untuk naik di belakang beliau. Maka berangkatlah aku bersama beliau dengan mengendarai unta tersebut. Sesaat kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.:”

“Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang memberikan ketentuan (qadha) atas segenap makhluk-Nya menurut kehendak-Nya, ya Mu’adz!”. Aku menjawab, “Labbaik yaa Sayyidal Mursaliin”.

“Wahai Mu’adz! Sekarang akan aku beritakan kepadamu suatu hadits yang jika engkau mengingat dan tetap menjaganya maka (hadits) ini akan memberi manfaat kepadamu di hadhirat Allah, dan jika engkau melalaikan dan tidak menjaga (hadits) ini maka kelak di Hari Qiyamah hujjahmu akan terputus di hadhirat Allah Ta’ala!”

“Wahai Mu’adz! Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menciptakan tujuh Malaikat sebelum Dia menciptakan tujuh lelangit dan bumi. Pada setiap langit tersebut ada satu Malaikat yang menjaga khazanah, dan setiap pintu dari pintu-pintu lelangit tersebut dijaga oleh seorang Malaikat penjaga, sesuai dengan kadar dan keagungan (jalaalah) pintu tersebut.

Maka naiklah al-Hafadzah (malaikat-malaikat penjaga insan) dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang telah ia lakukan semenjak subuh hari hingga petang hari. Amal perbuatan tersebut tampak bersinar dan menyala-nyala bagaikan sinar matahari, sehingga ketika al-Hafadzah membawa naik amal perbuatan tersebut hingga ke Langit Dunia mereka melipat gandakan dan mensucikan amal tersebut. Dan ketika mereka sampai di pintu Langit Pertama, berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya! Akulah ‘Shaahibul Ghiibah’, yang mengawasi perbuatan ghiibah (menggunjing orang), aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal ini melewatiku untuk menuju ke langit yang berikutnya!”

Kemudian naiklah pula al-Hafadzah yang lain dengan membawa amal shalih diantara amal-amal perbuatan seorang hamba. Amal shalih itu bersinar sehingga mereka melipat-gandakan dan mensucikannya. Sehingga ketika amal tersebut sampai di pintu Langit Kedua, berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya, karena ia dengan amalannya ini hanyalah menghendaki kemanfaatan duniawi belaka! Akulah ‘Malakal Fakhr’, malaikat pengawas kemegahan, aku telah diperintah Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan ini melewatiku menuju ke langit berikutnya, sesungguhnya orang tersebut senantiasa memegahkan dirinya terhadap manusia sesamanya di lingkungan mereka!”. Maka seluruh malaikat mela’nat orang tersebut hingga petang hari.

Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba yang lain. Amal tersebut demikian memuaskan dan memancarkan cahaya yang jernih, berupa amal-amal shadaqah, shalat, shaum, dan berbagai amal bakti (al-birr) yang lainnya. Kecemerlangan amal tersebut telah membuat al-Hafadzah takjub melihatnya, mereka pun melipat-gandakan amal tersebut dan mensucikannya, mereka diizinkan untuk membawanya. Hingga sampailah mereka di pintu Langit Ketiga, maka berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya! Akulah ‘Shaahibil Kibr’, malaikat pengawas kesombongan, aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini lewat dihadapanku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya pemilik amal ini telah berbuat takabbur di hadapan manusia di lingkungan (majelis) mereka!”

Kemudian naiklah al-Hafadzah yang lainnya dengan membawa amal seorang hamba yang sedemikian cemerlang dan terang benderang bagaikan bintang-bintang yang gemerlapan, bagaikan kaukab yang diterpa cahaya. Kegemerlapan amal tersebut berasal dari tasbih, shalat, shaum, haji dan umrah. Diangkatlah amalan tersebut hingga ke pintu Langit Keempat, dan berkatalah Malaikat penjaga pintu langit kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah, punggung, dan perut dari si pemiliknya! Akulah ‘Shaahibul Ujbi’, malaikat pengawas ‘ujub (mentakjubi diri sendiri), aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya si pemilik amal ini jika mengerjakan suatu amal perbuatan maka terdapat ‘ujub (takjub diri) didalamnya!”

Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba hingga mencapai ke Langit Kelima, amalan tersebut bagaikan pengantin putri yang sedang diiring diboyong menuju ke suaminya. Begitu sampai ke pintu Langit Kelima, amalan yang demikian baik berupa jihad, haji dan umrah yang cahayanya menyala-nyala bagaikan sinar matahari. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya dan pikulkanlah pada pundaknya! Akulah ‘Shaahibul Hasad’, malaikat pengawas hasad (dengki), sesungguhnya pemilik amal ini senantiasa menaruh rasa dengki (hasad) dan iri hati terhadap sesama yang sedang menuntut ilmu, dan terhadap sesama yang sedang beramal yang serupa dengan amalannya, dan ia pun juga senantiasa hasad kepada siapapun yang berhasil meraih fadhilah-fadhilah tertentu dari suatu ibadah dengan berusaha mencari-cari kesalahannya! Aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku untuk menuju ke langit berikutnya!”

Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang memancarkan cahaya yang terang benderang seperti cahaya matahari, yang berasal dari amalan menyempurnakan wudhu, shalat yang banyak, zakat, haji, umrah, jihad, dan shaum. Amal perbuatan ini mereka angkat hingga mencapai pintu Langit Keenam. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu ini kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya, sesungguhnya sedikitpun ia tidak berbelas kasih kepada hamba-hamba Allah yang sedang ditimpa musibah (balaa’) atau ditimpa sakit, bahkan ia merasa senang dengan hal tersebut! Akulah ‘Shaahibur-Rahmah’, malaikat pengawas sifat rahmah (kasih sayang), aku telah diperintahkan Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya!”

Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang lain, amal-amal berupa shaum, shalat, nafaqah, jihad, dan wara’ (memelihara diri dari perkara-perkara yang haram dan subhat/meragukan). Amalan tersebut mendengung seperti dengungan suara lebah, dan bersinar seperti sinar matahari. Dengan diiringi oleh tiga ribu malaikat, diangkatlah amalan tersebut hingga mencapai pintu Langit Ketujuh. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya, pukullah anggota badannya dan siksalah hatinya dengan amal perbuatannya ini! Akulah ‘Shaahibudz-Dzikr’, malaikat pengawas perbuatan mencari nama-diri (ingin disebut-sebut namanya), yakni sum’ah (ingin termashur). Akulah yang akan menghijab dari Rabb-ku segala amal perbuatan yang dikerjakan tidak demi mengharap Wajah Rabb-ku! Sesungguhnya orang itu dengan amal perbuatannya ini lebih mengharapkan yang selain Allah Ta’ala, ia dengan amalannya ini lebih mengharapkan ketinggian posisi (status) di kalangan para fuqaha (para ahli), lebih mengharapkan penyebutan-penyebutan (pujian-pujian) di kalangan para ulama, dan lebih mengharapkan nama baik di masyarakat umum! Aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini lewat dihadapanku! Setiap amal perbuatan yang tidak dilakukan dengan ikhlash karena Allah Ta’ala adalah suatu perbuatan riya’, dan Allah tidak akan menerima segala amal perbuatan orang yang riya’!”

Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum, haji, umrah, berakhlak baik, diam, dan dzikrullah Ta’ala. Seluruh malaikat langit yang tujuh mengumandang-kumandangkan pujian atas amal perbuatan tersebut, dan diangkatlah amalan tersebut dengan melampaui seluruh hijab menuju ke hadhirat Allah Ta’ala. Hingga sampailah dihadhirat-Nya, dan para malaikat memberi kesaksian kepada-Nya bahwa ini merupakan amal shalih yang dikerjakan secara ikhlash karena Allah Ta’ala.

Maka berkatalah Allah Ta’ala kepada al-Hafadzah, “Kalian adalah para penjaga atas segala amal perbuatan hamba-Ku, sedangkan Aku adalah Ar-Raqiib, Yang Maha Mengawasi atas segenap lapisan hati sanubarinya! Sesungguhnya ia dengan amalannya ini tidaklah menginginkan Aku dan tidaklah mengikhlashkannya untuk-Ku! Amal perbuatan ini ia kerjakan semata-mata demi mengharap sesuatu yang selain Aku! Aku yang lebih mengetahui ihwal apa yang diharapkan dengan amalannya ini! Maka baginya laknat-Ku, karena ini telah menipu orang lain dan telah menipu kalian, tapi tidakklah ini dapat menipu Aku! Akulah Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib, Maha Melihat segala apa yang ada di dalam hati, tidak akan samar bagi-Ku setiap apa pun yang tersamar, tidak akan tersembunyi bagi-Ku setiap apa pun yang bersembunyi! Pengetahuan-Ku atas segala apa yang akan terjadi adalah sama dengan Pengetahuan-Ku atas segala yang baqa (kekal), Pengetahuan-Ku tentang yang awal adalah sama dengan Pengetahuan-Ku tentang yang akhir! Aku lebih mengetahui perkara-perkara yang rahasia dan lebih halus, maka bagaimana Aku dapat tertipu oleh hamba-Ku dengan ilmunya? Bisa saja ia menipu segenap makhluk-Ku yang tidak mengetahui, tetapi Aku Maha Mengetahui Yang Ghaib, maka baginya laknat-Ku!”

Maka berkatalah malaikat yang tujuh dan 3000 malaikat yang mengiringi, “Yaa Rabbana, tetaplah laknat-Mu baginya dan laknat kami semua atasnya!”, maka langit yang tujuh beserta seluruh penghuninya menjatuhkan la’nat kepadanya.

Setelah mendengar semua itu dari lisan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. maka menagislah Mu’adz dengan terisak-isak, dan berkata, “Wahai Rasulullah! Engkau adalah utusan Allah sedangkan aku hanyalah seorang Mu’adz, bagaimana aku dapat selamat dan terhindar dari apa yang telah engkau sampaikan ini?”

Berkatalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam., “Wahai Mu’adz! Ikutilah Nabi-mu ini dalam soal keyakinan sekalipun dalam amal perbuatanmu terdapat kekurangan. Wahai Mu’adz! Jagalah lisanmu dari kebinasaan dengan meng-ghiibah manusia dan meng-ghiibah saudara-saudaramu para pemikul Al-Qur’an. Tahanlah dirimu dari keinginan menjatuhkan manusia dengan apa-apa yang kamu ketahui ihwal aibnya! Janganlah engkau mensucikan dirimu dengan jalan menjelek-jelekan saudara-saudaramu! Janganlah engkau meninggikan dirimu dengan cara merendahkan saudara-saudaramu! Pikullah sendiri aib-aibmu dan jangan engkau bebankan kepada orang lain”

“Wahai Mu’adz! Janganlah engkau masuk kedalam perkara duniamu dengan mengorbankan urusan akhiratmu! Janganlah berbuat riya’ dengan amal-amalmu agar diketahui oleh orang lain dan janganlah engkau bersikap takabbur di majelismu sehingga manusia takut dengan sikap burukmu!”

“Janganlah engkau berbisik-bisik dengan seseorang sementara di hadapanmu ada orang lain! Janganlah engkau mengagung-agungkan dirimu dihadapan manusia, karena akibatnya engkau akan terputus dari kebaikan dunia dan akhirat! Janganlah engkau berkata kasar di majelismu dan janganlah engkau merobek-robek manusia dengan lisanmu, sebab akibatnya di Hari Qiyamah kelak tubuhmu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka Jahannam!”

“Wahai Mu’adz! Apakah engkau memahami makna Firman Allah Ta’ala: ‘Wa naasyithaati nasythan!’ (‘Demi yang mencabut/menguraikan dengan sehalus-halusnya!’, An-Naazi’aat [79]:2)? Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Apakah itu wahai Rasulullah?”

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. bersabda, “Anjing-anjing di dalam Neraka yang mengunyah-ngunyah daging manusia hingga terlepas dari tulangnya!”

Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Ya Rasulullah, siapakah manusia yang bisa memenuhi seruanmu ini sehingga terhindar dari kebinasaan?”

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. menjawab, “Wahai Mu’adz, sesungguhnya hal demikian itu sangat mudah bagi siapa saja yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala! Dan untuk memenuhi hal tersebut, maka cukuplah engkau senantiasa berharap agar orang lain dapat meraih sesuatu yang engkau sendiri mendambakan untuk dapat meraihnya bagi dirimu, dan membenci orang lain ditimpa oleh sesuatu sebagaimana engkau benci jika hal itu menimpa dirimu sendiri! Maka dengan ini wahai Mu’adz engkau akan selamat, dan pasti dirimu akan terhindar!”

Khalid bin Ma’dan berkata, “Sayyidina Mu’adz bin Jabal ra. sangat sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya beliau membaca Al-Qur’aan, dan sering mempelajari hadits ini sebagaimana seringnya beliau mempelajari Al-Qur’aan di dalam majelisnya”.

Saturday, 8 August 2015

Kisah Maryam di dalam Surat Ali Imran

Hari-hari ini bacaan mengaji Al-Quran saya kembali bersua dengan Surat Ali Imran (surat ke-3 di dalam Al-Quran). Kalau sudah khatam (tamat) membaca Quran, maka saya mulai lagi dari surat pertama.

Surat Ali Imran termasuk surat yang panjang (ada 200 buah ayat). Ali Imran adalah nama seorang lelaki yang keluarganya terpilih oleh Allah sebagai keluarga yang diberkati (yaitu keluarga Ali Imran). Nama Ali Imran diabadikan di dalam Al-Quran sebagai salah satu nama surat.

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (3:33)

Ternyata maksud Allah memilih keluarga Ali Imran adalah karena dari pasangan suami istri ini lahir salah seorang wanita yang mulia dalam sejarah yaitu Maryam (atau Maria dalam Alkitab). Saya baru tahu kalau Maryam itu adalah putri Ali Imran.

Ketika Maryam masih di dalam kandungan, istri Imran bernazar akan “menyerahkan” anaknya itu kepada Allah sebagai Pemelihara agar kelak menjadi hamba yang soleh yang selalu berkhidmat di Baitul Maqdis (Yerussalem). Hal ini tertulis di dalam ayat ke-35 yang terjemahannya berbunyi:

(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (3:35)

Ketika tahu anak yang dilahirkan itu adalah perempuan, istri Imran menamai anaknya Maryam, dan istri Imran meminta kepada Allah agar anaknya itu dipelihara oleh Allah dan melindunginya dari syetan.

Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (3:36)

Allah menerima nazar istri Imran lalu mememrintahkan Zakaria sebagai pengasuh dan pemelihara Maryam. Menurut para ahli tafsir Nabi Zakaria itu adalah paman Maryam. Berarti benar ya keluarga besar Imran adalah keluarga yang diberkati karena keturunannya menjadi orang-orang sholeh (Imran, Maryam, Isa putera Maryam, Nabi Zakaria paman Maryam, dan Yahya putera Zakaria).

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. (3:37)

Maryam tumbuh menjadi wanita yang kerjanya setiap hari hanya beribadah dengan berkhidmat kepada Allah di Rumah-Nya di Baitul Maqdis. Zakaria adalah “kuncen” Rumah Allah tersebut. Di sinilah Allah menurunkan Rahmat-Nya kepada Maryam. Setiap kali Zakaria menemui Maryam di mihrab, dia mendapati berbagai makanan yang lezat berada di samping Maryam. Dari manakah datangnya makanan itu? Setahu dia Maryam tidak pernah membawa makanan ke Rumah-Nya, Zakarilah yang selalu mengantarkan makanan kepada Maryam. Maryam menjawab bahwa makanan itu berasal langsung dari Allah, mungkin diturunkan dari langit atau melalui perantara malaikat-Nya.

Lanjutan ayat 37 di atas:

Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (3:37)

Di dalam Surat Ali Imran juga dikisahkan bahwa Nabi Zakaria sudah tua tetapi belum juga dikarunia anak. Mungkin terinspirasi dari keponakannya, Maryam, yang menjadi ahli ibadah, Zakaria juga bermohon agar dirinya diberi keturunan.

Di sanalah Zakariya mendo’a kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do’a”. (3:38)

Ketika Zakaria sedang shalat di mihrab, berserulah malaikat Jibril kepadanya:

Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (3:39)

Zakaria yang kaget mendapat wahyu dari malaikat Jibril merasa heran, bagaimana mungkin dia akan memperoleh anak seangkan sitrinya seorang yang mandul. Allah menjawab (melalui malaikat Jibril) hal itu mudah saja bagi-Nya, apapun yang Dia kehendaki maka akan terjadi (kun fayakun).

Zakariya berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan isteriku pun seorang yang mandul?”. Berfirman Allah: “Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya”. (3:40)

Zakaria masih tetap belum yakin dia akan mempunyai anak, oleh karena itu dia meminta suatu tanda bahwa istrinya bakal mengandung. Allah mengatakan bahwa tanda-tanda istrinya mengandung adalah Zakaria tidak akan bisa berbicara selama tiga hari, kecuali pakai bahasa isyarat.

Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari”. (3:41)

Kelak anak yang lahir dari kandungan itu diberi nama Yahya dan menjadi Nabi yang ke-23 setelah Zakaria. Dari sini kita juga tahu bahwa Nabi Yahya semasa hidupnya dengan Maryam.

Kembali ke kisah Maryam tadi. Allah telah memilih Maryam sebagai wanita solehah yang dilebihkan dari wanita lain di dunia.

Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). (3:42)

Sebagai bentuk ketaatan, Allah memerintahkan Maryam agar selalu menyembah Allah, selalu sujud dan rukuk kepada Allah bersama orang-orang lainnya lainnya yang menyembah Allah.

Hai Maryam, ta’atlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’. (3:43)

Sampai suatu hari Allah akan memberikan suatu keajaiban yang tidak disangka-sangka bagi Maryam. Allah mengabarkan bahwa Maryam akan mengandung seorang anak lelaki yang namanya sudah ditentukan oleh Allah yaitu Isa Al Masih (atau Al Masih isa putera Maryam).

(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al Masih ‘Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), (3:45)

Ketika masih bayi Isa kelak memiliki mukjizat yaitu sudah bisa berbicara dengan manusia:

dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia adalah termasuk orang-orang yang saleh.” (3:46)

Maryam tentu saja merasa kaget, bagaiman mungkin dia akan mengandung, padahal dia belum menikah, dan dia belum pernah disentuh atau berhubungan dengan lelaki manapun. Tentu saja, karena Maryam kerjanya setiap hari hanyalah berkhidmat kepada Allah di Baitul Maqdis. Dia jarang keluar dari Rumah-Nya, apalagi bergaul dengan lelaki. Allah menjawab seperti kasus Nabi Zakaria di atas, bahwa hal itu mudah saja bagi-nya, kun fayakun, maka apapunyang Dia kehendaki pasti akan terjadi. Dialah Sllah SWT yang Maha Pencipta.

Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia. (3:47)

Kisah kelahiran Isa akan saya ceritakan pada tulisan yang lain. Allah memilih Isa sebagai Rasul-Nya, memberinya kitab Injil dan mengajarkannya kitab-kitab yang terdahulu yaitu Taurat dan zabur.

Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil. (3:48)

Allah mengutus Nabi Isa kepada Bani Israil. Kepada Bani Israil Nabi Isa menjelaskan tanda-tanda kenabiannya yaitu mukjizat menghidupkan burung dari tanah liat, menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kusta.

Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mu’jizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (3:49)

Nabi Isa berkata kepada kaumnya bahwa dia membenarkan kitab-itab terdahulu yang telah diturunkan kepada Nabi Musa (Taurat) dan Nabi Daud (Zabur), lalu menghalalkan apa yang dahulu diharamkan.

Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mu’jizat) daripada Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan ta’atlah kepadaku. (3:50)

Lalu Nabi Isa meminta kaumnya agar menyembah Allah SWT sebagai jalan yang benar.

Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus”. (3:51)

~~~~~~~~~~

✿ Kisah Akhir Hayat Muhammad Rasulullah Shallallahu'alaihi wa salam✿





السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم


Allah SWT berfirman :

“…Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah engkau takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk mu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah 5:3)

Diriwayatkan bahwa surat Al-Maidah ayat 3 di atas, turun setelah waktu Ashar berselang, tepatnya pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim haji penghabisan (haji wada). Ketika itu Rasulullah SAW sedang berada di atas onta Padang Arafah. Ketika ayat tersebut turun, Rasulullah kurang begitu mengerti apa isyarat yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Lalu, Beliau bersandar pada ontanya, kemudian onta Beliau pun duduk secara perlahan-lahan.

Setelah itu turunlah Malaikat Jibril dan berkata :

“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan demikian juga larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu, kumpulkanlah para sahabatmu dan beritahu mereka, hari ini adalah terakhir aku bertemu denganmu.”

Kemudian Malaikat Jibril pergi, Rasulullah SAW pun berangkat ke Mekah dan terus melanjutkan perjalanan ke Madinah. Rasulullah mengumpulkan para sahabat dan menceritakan apa yang telah dikabarkan Malaikat Jibril kepada dirinya. Mendengar hal ini, para sahabat pun gembira sambil berkata :

“Agama kita telah sempurna . Agama kita telah sempurna.”

Tetapi berbeda dengan Abu Bakar Ash-Shidiq, mendengar keterangan Rasulullah itu, ia tidak kuasa menahan kesedihannya dan langsung pulang ke rumah. Lalu mengunci pintu rapat-rapat dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar menangis dari pagi hingga malam.

Kisah tentang Abu Bakar menangis itu kemudian sampai kepada para sahabat ynag lain. Lalu berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar, dan mereka berkata:

“Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis seperti ini? Bukankah, seharusnya engkau gembira sebab agama kita telah sempurna.”

Mendengar pertanyaan dari para sahabat tersebut, Abu Bakar pun berkata :

“Wahai para sahabatku, kalian tidak tahu tentang musibah yang akan menimpa kita. Tidakkah engkau tahu, saat suatu perkara itu sempurna, akan terlihat kekurangannya. Karena itu dengan turunnya ayat tersebut suatu pertanda telah datang waktu yang sangat menyedihkan, yaitu sebentar lagi kita akan berpisah dengan Rasulullah SAW. Fatimah menjadi yatim dan para isteri Nabi menjadi janda.”

Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar, sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata Abu Bakar. Mereka pun menangis dengan sekencang-kencangnya. Tangisan mereka itu kemudian didengar oleh sahabat-sahabat lainnya, lantas mereka pun memberitahu Rasullah tentang apa yang terjadi.

Berkatalah salah seorang dari sahabat :

“Ya, Rasulullah, kami baru pulang dari rumah Abu Bakar dan kami melihat banyak orang sedang menangis dengan suara kuat di rumah beliau.”

Ketika Rasulullah SAW mendengar keterangan dari para sahabat itu, berubahlah air muka Beliau dan bergegas menuju ke rumah Abu Bakar. Setelah sampai di rumah Abu Bakar, Beliau melihat semua menangis dan Beliau pun bertanya :

“Wahai para sahabatku, kenapa kalian menangis?”

Ali bin Abi Thalib berkata :

“Ya, Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa dengan turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?”

Lalu Rasulullah berkata :

“Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar dan sesungguhnya waktuku untuk meninggalkan kalian semua sudah dekat.”

Setelah Abu Bakar mendengar pengakuan Rasulullah SAW, ia justru menangis sekuat tenaga, sampai ia jatuh pingsan. Sementara Ali bergetar kemudian terkapar tubuhnya. Para sahabat lain pun menangis dengan sekuat-kuat yang mereka mampu. Sehingga gunung-gunung, batu-batu, semua malaikat yang di langit, cacing-cacing yang menggeliat di bumi dan semua binatang, baik yang di darat maupun di laut turut menangis.

Kemudian Rasulullah bersalaman dengan para sahabat satu persatu dan berwasiat kepada mereka.

Rasulullah diQishash

Jangka waktu Rasulullah SAW hidup setelah turunya ayat tersebut, ada yang mengatakan 81 hari, ada yang mengatakan Beliau hidup 50 hari, ada yang mengatakan hidup selama 35 hari dan ada pula yang mengatakan bahwa beliau hidup 21 hari.

Pada saat ajal Rasulullah SAW sudah dekat, Beliau menyuruh Bilal adzan untuk mengerjakan salat. Lalu berkumpullah para Muhajirin dan Anshar di Masjid Rasulullah. Kemudian Beliau menunaikan salat dua rakaat bersama semua yang hadir. Setelah selesai salat, Beliau bangkit lalu naik ke atas mimbar, seraya berkata :

“Alhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak manusia kepada jalan Allah dengan ijin-Nya. Saya ini adalah saudara kandung kalian, kasih sayangku pada kalian seperti seorang ayah pada anaknya. Oleh karena itu kalau ada siapapun di antara kalian yang mempunyai hak untuk menuntut, maka hendaklah ia berdiri dan membalasku, sebelum saya dituntut di hari kiamat.”

Rasulullah berkata demikian sebanyak 3 kali, kemudian bangkitlah seorang lelaki bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata :

“Demi ayahku dan ibuku ya, Rasulullah SAW, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali soal ini, sudah tentu saya tidak mau mengemukakan hal ini.”

Lalu ‘Ukasyah berkata lagi :

“Sesungguhnya dalam Perang Badar saya turut bersamamu ya Rasulullah, pada saat itu saya mengikuti onta Anda dari belakang. Setelah dekat, saya pun turun menghampiri Anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha Anda. Tetapi Anda telah mengambil tongkat dan memukul onta Anda untuk berjalan cepat. Pada saat itu saya pun Anda pukul dan pukulan itu mengenai tulang rusuk saya. Oleh karena itu saya ingin tahu, apakah Anda sengaja memukul saya atau hendak memukul onta tersebut.”

Rasulullah berkata :

“Wahai ‘Ukasyah, saya sengaja memukul engkau.”

Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal:

“Wahai Bilal, pergilah engkau ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku.”

Saat keluar dari masjid menuju rumah Fatimah, ia meletakkan tangannya di atas kepala seraya berkata :

“Rasulullah SAW telah mempersiapkan dirinya untuk dibalas (diqishash).”

Ketika Bilal sampai di rumah Fatimah, Bilal memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah menyahut dengan berkata :

“Siapakah yang ada di pintu?”

Bilal menjawab :

“Saya Bilal, saya telah diperintah Rasulullah untuk mengambil tongkat Beliau.”

Kemudian Fatimah berkata :

“Wahai Bilal untuk apa ayahku minta tongkatnya.”

Berkata Bilal :

“Wahai Fatimah Rasulullah telah menyiapkan dirinya untuk diqishash.”

Fatimah berkata lagi :

“Wahai Bilal siapakah manusia yang sampai hati mengqishash Rasulullah SAW?”

Bilal tidak menjawab pertanyaan Fatimah. Setelah Fatimah memberikan tongkat tersebut, Bilal pun membawa tongkat itu ke hadapan Rasulullah SAW.

Pembelaan Para Sahabat

Setelah Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal, beliau pun menyerahkan pada ‘Ukasyah. Melihat kejadian mengharukan ini, Abu Bakar dan Umar bin Khattab tampil ke hadapan sambil berkata :

“ ‘Ukasyah janganlah engkau qishash Baginda Nabi, tetapi engkau qishashlah kami berdua.”

Ketika Rasulullah SAW mendengar kata-kata Abu Bakar dan Umar, dengan segera Beliau berkata :

“Wahai Abu Bakar, Umar, duduklah engkau berdua, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatnya untuk engkau berdua.”

Kemudian Ali berdiri, lalu berkata :

“Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah SAW, oleh karena itu, engkau pukullah aku dan janganlah engkau mengqishash Rasulullah.”

Lalu Rasulullah SAW berkata :

“Wahai Ali, duduklah engkau, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.”

Setelah itu Hasan dan Husein berdiri dan berkata :

“Wahai ‘Ukasyah, bukankah engkau tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah, kalau engkau mengqishash kami sama dengan engkau mengqishash Rasululullah SAW.”

Mendengar kata-kata dari cucunya, Rasulullah SAW pun berkata :

“Wahai buah hatiku, duduklah engkau berdua.”

Berkata Rasulullah SAW :

“Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau engkau hendak memukul.”

Kemudian ‘Ukasyah berkata :

“Ya, Rasulullah SAW, Anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.”

Lantas, Rasulullah pun membuka baju. Setelah Beliau membuka baju, menangislah semua yang hadir.

Setelah ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah SAW, ia pun mencium Beliau dan berkata :

“Saya tebus Anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah SAW. Siapakah yang sanggup memukul Anda? Saya melakukan ini karena saya ingin menyentuh (memeluk) tubuh Anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya. Dan semoga Allah SWT menjaga saya dari neraka atas kehormatanmu.”

Kemudian Rasulullah SAW berkata :

“Dengarlah engkau sekalian, sekiranya engkau hendak melihat ahli surga, inilah orangnya.”

Kemudia semua para sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para sahabat pun berkata :

“Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh derajat tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW dalam surga.”

Wasiat Rasulullah SAW

Ketika ajal Rasulullah makin dekat, Beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Siti Aisyah dan Beliau bersabda:

“Selamat datang, semoga Allah SWT mengasihi kalian, saya berwasiat kepada

kalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dan mentaati segala perintah-Nya. Sesungguhnya hari perpisahan saya dengan kalian sudah dekat, itu berarti semakin dekat pula kembalinya seorang hamba kepada Allah SWT dan menempatkannya di surga-Nya.

“Kalau sampai ajalku, hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya. Setelah itu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri. Jika kalian menghendaki, kafanilah aku dengan kain Yaman yang putih. Jika engkau memandikan aku, hendaklah engkau letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu kalian keluarlah sebentar meninggalkan aku.”

“Pertama yang akan menshalati aku ialah Allah SWT, kemudian diikuti oleh malaikat Israfil, Malaikat Mikail dan yang terakhir malaikat Izrail beserta dengan semua para pembantunya. Setelah itu, barulah kalian masuk semua mensalatiku.”

Setelah para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu, mereka pun menangis dengan suara yang keras dan berkata :

“Ya, Rasulullah SAW Anda adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami dan untuk semua, selama ini Anda memberi kekuatan pada kami dan Anda pula pemimpin yang mengurus semua perkara kami. Apabila Anda sudah tiada nanti, kepada siapakah kami bertanya setiap ada persoalan muncul?.”

Kemudian Rasulullah SAW bersabda :

“Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kalian jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan dua penasehat. Yang satu pandai bicara dan yang satu lagi diam saja. Yang pandai bicara itu adalah Alquran dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada persoalan yang sulit dan berbelit di antara kalian, hendaklah kalian kembali kepada Alquran dan Hadistku dan sekiranya hati engkau keras, lembutkan dia dengan mengambil pelajaran dari mati.”

Setelah Rasulullah SAW berkata demikian, Beliau kemudian mulai merasakan sakit. Dalam bulan Safar Rasulullah sakit selama 18 hari dan sering diziarahi para sahabat.

Dalam sebuah kitab diterangkan, bahwa Rasulullah diutus pada Hari Senin dan wafat pada Hari Senin. Pada Hari Senin penyakit Beliau bertambah berat. Setelah Bilal selesai adzan subuh, Bilal pun pergi ke rumah Rasulullah SAW. Sampai di sana, Bilal memberi salam :

“Assalamu’alaika ya Rasulullah.”

Lalu dijawab Fatimah :

“Rasulullah SAW masih sibuk dengan urusan Beliau.”

Setelah Bilal mendengar penjelasan dari Fatimah, Bilal pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fatimah itu. Ketika waktu subuh hampir habis, Bilal pergi sekali lagi ke rumah SAW dan memberi salam seperti tadi. Kali ini salam Bilal telah didengar Rasulullah SAW. Baginda berkata :

“Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya penyakitku ini semakin berat, oleh karena itu, kau suruhlah Abu Bakar mengimami salat subuh berjamaah dengan mereka yang hadir.”

Setelah mendengar kata-kata Rasulullah, Bilal pun berjalan menuju masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala, seraya berkata :

“Aduh musibah.”

Setelah Bilal sampai di masjid, Bilal pun memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah SAW katakan kepadanya.

Abu Bakar tidak dapat menahan dirinya saat ia melihat mimbar kosong. Lantas dengan suara keras Abu Bakar menangis hingga ia jatuh pingsan. Melihat peristiwa itu maka riuhlah dalam masjid, sehingga Rasulullah bertanya kepada Fatimah :

“Wahai Fatimah apa yang telah terjadi?”

Fatimah pun berkata :

“Keriuhan kaum muslimin, sebab Anda tidak pergi ke masjid.”

Kemudian Rasulullah SAW memanggil Ali dan Fadhl bin Abas, lalu beliau bersandar pada kedua bahu mereka dan terus pergi ke masjid. Setelah sampai di masjid, Rasulullah pun salat subuh bersama dengan para jamaah. Setelah selesai salat subuh, Beliau berkata :

“Wahai kaum muslimin, kalian senantiasa dalam pertolongan dan penjagaan Allah. Oleh karena itu, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah SWT dan mengerjakan segala perintah-Nya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kalian. Hari ini adalah hari pertamaku di akhirat dan hari terakhirku di dunia.”

Setelah berkata demikian, Rasulullah SAW pun pulang ke rumah.

Izrail Menjemput Rasulullah

Kemudian Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat Izrail :

“Wahai Izrail, pergilah engkau kepada kekasihku dengan sebaik-baik wajah, dan jika engkau hendak mencabut rohnya, hendaklah engkau melakukan dengan cara yang paling lembut sekali. Jika engkau pergi ke rumahnya, minta izinlah terlebih dahulu. Kalau ia izinkan engkau masuk, maka masuklah engkau ke rumahnya dan kalau ia tidak izinkan engkau masuk, hendaklah engkau kembali padaku.”

Setelah Malaikat Izrail mendapat perintah dari Allah SWT, Malaikat Izrail pun turun menyerupai orang Arab Baduwi. Setelah Malaikat Izrail sampai di hadapan rumah Rasulullah, ia pun memberi salam :

“Assalamu’alaikum yaa ahla bait nubuwwati wa ma danir risaalatia adkhulu?” (mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kalian, wahai penghuni rumah Nabi dan sumber risalah, bolehkah saya masuk?)

Ketika Fatimah mendengar ada orang memberi salam, ia pun berkata :

“Wahai hamba Allah, Rasulullah SAW sedang sibuk, sebab sakitnya yang semakin berat.”

Kemudian Malaikat Izrail berkata lagi seperti semula, dan kali ini seruan malaikat itu telah didengar oleh Rasulullah SAW, lantas beliau bertanya kepada Fatimah :

“Wahai Fatimah, siapakah di depan pintu itu.”

Fatimah menjawab :

“Ya Rasulullah, ada seorang Arab Baduwi memanggilmu, aku telah katakan padanya bahwa Anda sedang sibuk sebab sakit, sebaliknya dia memandang saya dengan tajam sehingga badan saya terasa menggigil.”

Kemudian Rasulullah SAW berkata :

“Wahai Fatimah, tahukah engkau siapakah orang itu?”

Jawab Fatimah : “Tidak ayah.”

“Dia adalah Malaikat Izrail , malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur.”

Fatimah tidak dapat menahan air matanya lagi setelah mengetahui, bahwa saat perpisahan dengan ayahandanya semakin dekat, ia pun menangis sejadi-jadinya.Ketika Rasulullah mendengar tangisan Fatimah, Beliau pun berkata :

“Janganlah engkau menangis wahai Fatimah, engkaulah orang pertama dalam keluargaku yang akan bertemu denganku.”

Kemudian Rasulullah SAW pun menjemput Malaikat Izrail masuk. Malaikat Izrail pun masuk dengan mengucap :

“Assalamu’alaikum ya Rasulullah.”

Lalu Rasulullah SAW menjawab :

“Waalaikassaalam, wahai Izrail, engkau datang menziarahi aku atau untuk mencabut rohku?”

Berkata malaikat Izrail :

“Kedatangan saya adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut rohmu, itupun kalau engkau izinkan. Kalau tidak engkau izinkan, aku akan kembali.”

Berkata Rasulullah SAW :

“Wahai Izrail, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?”

Berkata Izrail :

“Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, semua para malaikat sedang memuliakan dia.”

Tidak berapa lama, Jibril pun turun dan duduk dekat (di samping) kepala Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW melihat kedatangan Jibril, Beliau pun berkata :

“Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat.”

Berkata Jibril : “Ya aku tahu.”

Rasulullah bertanya lagi : “Wahai Jibril, beritahu kepadaku kemuliaan yang menggembirakanku di sisi Allah SWT.”

Berkata Jibril :

“Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat berbaris rapi menanti rohmu di langit. Semua pintu surga telah dibuka, dan semua para bidadari sudah berhias menanti kehadiran rohmu.”

Berkata Rasulullah SAW :

“Alhamdulillah. Sekarang engkau katakan tentang umatku di hari kiamat nanti.”

Berkata Jibril :

“Allah SWT telah berfirman : “Sesungguhnya aku telah melarang semua para Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu memasuki terlebih dahulu.”

Berkata Rasulullah SAW:

“Sekarang aku telah lega dan telah hilang rasa susahku. Wahai Izrail, dekatlah engkau padaku.”

Setelah itu Malaikat Izrail pun mengawali tugasnya. Ketika rohnya sampai pada ubun-ubun (pusat), Rasulullah SAW pun berkata :

“Wahai Jibril, alangkah dahsyatnya kematian itu.”

Jibril nampak mengalihkan pandangan dari Rasulullah SAW, ketika mendengar kata-kata Beliau. Melihat sikap Jibril itu Rasulullah SAW pun berkata :

“Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku?”

Jibril berkata :

“Wahai kekasih Allah, siapakah orang yang sanggup melihat wajahmu di kala engkau dalam sakaratul maut ?”

Anas bin Malik RA bercerita, ketika roh Rasulullah SAW sampai di dada, Beliau bersabda :

“Aku wasiatkan kepada engkau agar kalian menjaga salat dan apa-apa yang telah diperintahkan kepadamu.”

Ali bin Abi Thalib berkata :

“Sesungguhnya Rasulullah ketika menjelang saat terakhir, telah menggerakkan kedua bibir Beliau sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telinga saya dekat dengan Rasulullah, seraya Beliau berkata :

“Umatku, umatku.”

” Wallahu a’lam والله أعلم