Yah, banyak kriteria dan contoh yg pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wassalam dalam berumah tangga, salah satunya bersikap kepada istri-istri beliau.
Pengobatan Thibbun Nabawi dan Ruqyah Syar'iyyah Pekanbaru. Konsultasi Penyakit Medis Dan Non-medis WA 081371661479
Sunday, 9 November 2014
Saturday, 8 November 2014
Akibat Buruk Sangka
Malam itu hujan gerimis turun. Angin pun bertiup sungguh sangat dingin. Tapi kedua suami isteri yang tinggal di sebuah rumah kecil itu berkeinginan betul hendak keluar juga. Kerana ibu si suami itu dalam keadaan sakit tenat, mungkin hanya tinggal menunggu waktu saja. Hanya yang sangat merisaukan hati mereka, bagaimana dengan anaknya Harun, anak mereka yang baru saja berumur empat bulan. Kalau diajak pergi takut masuk angin dan dapat menyebabkan sakit.
“Bagaimana Aminah, kita bawa saja Harun?” Tanya si suami.
“Jangan bang, angin kencang,” cegah isterinya.
“Habis siapa yang akan menjaganya di rumah? Apakah mungkin
akan kita tinggalkan dia sendirian? Aku tak sanggup, sebab rumah kita ini
terlalu dekat dengan tanah perkuburan,” kata si suami.
“Ah, abang, janganlah berfikir yang bukan-bukan,” kata
isterinya yang cantik dan manis itu. “kan ada Hurairah (kucing) di rumah. Dia
saja kita suruh menjaga Harun.” Kata si isteri.
“Betul juga, mengapa aku tidak ingat pada si Hurairah.”
Balas suaminya dengan gembira.
“Meong….” teriaknya kemudian. Maka terdengarlah suara
Hurairah membalas suara tuannya itu. Lalu dengan langkah-langkah kecil dia
mendekati tuannya.
“Wahai Hurairah, malam ini engkau tidak usah menjaga padi
dari dimakan oleh tikus-tikus, kami berdua mahu pergi, oleh kerana itu jagalah
si Harun,” kata si suami.
Kucing yang cantik itu mengeong sambil mengibas-ngibaskan
ekornya. Kalau boleh berkata dia akan menjawab: “Jangan bimbang tuan, saya akan
menunggu dan menjaga si Harun supaya ia tertidur dengan nyenyak. Tidak akan
saya izinkan seekor nyamuk pun hinggap di tubuhnya.”
Setelah berpesan begitu, maka pasangan suami dan isteri itu
pun berangkat dengan perasaan lega. Mereka tahu bahawa Hurairah akan melakukan
pekerjaannya dengan baik, sebab dia adalah seekor kucing yang sangat setia
dengan majikannya.
Setelah melihat majikannya sudah pergi, maka Hurairah dengan
cepat dan diam-diam melompat ke atas tempat tidur. Ia duduk di sebelah si Harun
yang tengah mendengkur dengan nyenyaknya. Ekornya dikibas-kibaskannya agar
tidak seekor nyamuk pun yang berani mengganggunya. Matanya dengan tajam
mengawasi sekelilingnya, sementara kedua kaki depannya siap mencakarkan kukunya
kepada siapa saja yang berniat untuk mengusik ketenangan majikan kecilnya.
Menjelang pukul sepuluh malam, tiba-tiba kucing itu
mendengar bunyi mendesis dari bawah tempat tidur. Dengan secepat mungkin
Hurairah memasang kuda-kuda serta siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Matanya tiba-tiba terbeliak terkejut dan marah, ketika melihat sebuah mulut
yang ternganga dengan taring dan lidah yang menjulur panjang. Rupanya dia
adalah seekor ular besar yang sudah siap untuk menelan Harun yang masih kecil
itu.
Dengan cepat Hurairah melompat, giginya langsung masuk
menghunjam ke leher ular tersebut, dan cakarnya menyerang dengan buas. Ular itu
murka kerana niatnya dihalang-halangi oleh makhluk lain. Matanya merah seperti
besi terbakar. Dia membalas menyerang dengan hebat. Badan Hurairah dibelit
dengan kuat, sambil mulutnya mematuk-matuk muka Hurairah.
Hurairah hampir kehabisan tenaga, kerana dibelit oleh ular
besar itu, manakala mukanya pun telah berlumuran darah. Namun dia tidak mahu
binasa sebelum dapat membunuh ular tersebut. Dengan segala kemampuan dan
kesakitannya, ia berusaha untuk menyelamatkan nyawa anak tersayang kedua
majikannya itu. Akhirnya ia berhasil melepaskan diri, lalu dengan cepat
menerkam leher ular itu. Digigitnya batang leher makhluk jahat tersebut sekuat
tenaga sehingga akhirnya matilah musuhnya itu.
Begitu dilihatnya binatang pengganggu itu sudah tergolek
kaku, barulah Hurairah dengan sisa-sisa tenaganya naik lagi ke atas tempat
tidur si Harun dan duduk semula di samping si Harun. Anak kecil itu masih
tertidur dengan nyenyak. Hurairah menjilat-jilat lukanya, sementara rasa pedih
dan letih terasa sekujur badannya. Mulutnya masih penuh dengan darah ular tadi,
sedangkan pada mukanya terdapat luka-luka yang menganga.
Belum pulih lagi tenaganya, akan tetapi secara tiba-tiba dia
mendengar suara majikannya di halaman rumah. Dengan gerakan yang lemah dan
lunglai, Hurairah turun dari tempat tidur. Perlahan-lahan ia berjalan menuju ke
pintu, menyambut kedatangan kedua majikannya yang sangat dicintainya itu.
Dilihatnya ibu Harun berjalan menunduk sambil terisak-isak. Bapanya pula
terlihat sangat sedih. Hurairah pun ikut berdukacita memperhatikannya.
Mereka berbimbingan tangan memasuki halaman rumah. Ketika
mereka tiba di depan pintu, Hurairah berbunyi lembut: “Ngeong…., ngeong….,
sambil terhuyung-huyung mendekati majikannya.
Tiba-tiba saja ibu Harun menjerit, “Bang….! Harun bang….!”
Suaminya terperanjat tapi tidak mengerti, “Mengapa Harun
Aminah?” Tanya suaminya.
“Lihatlah si Hurairah, mulutnya berlumuran darah. Pasti anak
kita telah diterkam dan dibunuhnya. Oh, Harun…. anak kita, bang. Bunuh
Hurairah, bang! Ia telah memakan anak kita!” Kata si isteri.
Si suami baru tahu apa yang dimaksudkan oleh isterinya.
“Betul! Mulut Hurairah penuh dengan darah segar, pasti Harun telah
diterkamnya.”
Tanpa berfikir panjang, si suami lalu mengambil besi. Dengan
penuh kemurkaan lalu dipukulnya benda keras itu ke tubuh si Hurairah. Kucing
itu menjerit; “ngeong….” Lelaki itu bertambah marahnya lagi, lalu diambilnya
pula sebuah batu, ditimpakannya ke kepala Hurairah.
Maka bercucuranlah darah dari kepala binatang yang tidak
berdosa itu. Badannya terkejang-kejang. Dari matanya mengeluarkan air mata yang
jernih satu-satu. Setelah mengeong untuk terakhir kalinya, kucing yang cantik
itu pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Melihat korbannya sudah mati, maka pasangan suami isteri itu
terburu-buru masuk ke bilik. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat suasana
bilik itu. Yang nampak pertama kali di depan pintu adalah bangkai seekor ular
besar yang hampir putus lehernya. Maka dengan hati berdebar-debar mereka
berlari ke tempat tidur. Ternyata anaknya Harun masih tetap dalam keadaan
tertidur nyenyak.
Barulah mereka dapat meneka apa yang telah terjadi selama
mereka tidak berada di rumah tadi. Bukan Hurairah yang bersalah, ternyata
kucing itu telah berjuang mati-matian untuk menyelamatkan anak mereka. Seketika
itu juga pucatlah wajah mereka. Mereka menyesal berkepanjangan.
Ternyata Hurairah adalah kucing yang tetap setia. Dia tidak
mempedulikan keselamatan dirinya asalkan tugas yang dipercayakan kepadanya
ditunaikannya. Kalau perlu dirinya sendiri menjadi korban untuk menyelamatkan
nyawa majikan kecilnya. Namun balasan yang diterimanya bukan belaian kasih
sayang dan terima kasih, akan tetapi nyawanya dihabiskan dengan penuh
kekejaman.
Suami isteri itu menangis tersedu-sedu menyesali
kesalahannya, ia bertaubat kepada Allah SWT serta berjanji untuk tidak lagi
berbuat semena-mena terhadap binatang yang tidak berdosa, tanpa periksa
terlebih dahulu. Bangkai Hurairah diangkat dan diciumnya, tapi yang sudah pergi
tidak akan kembali, dan penyesalan mereka juga sudah tidak bererti, kerana yang
sudah mati itu tidak akan hidup lagi. Cuma sebagai pedoman atau pengajaran buat
masa yang akan datang.
Afnan, Si Merpati Putih yang Cantik
(Kisah
Nyata Gadis Kecil Berkebangsaan Srilanka)
Saat aku mengandung putriku Afnan,
ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit
yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor
merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku
bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan
kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya
aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan
tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.
Setelah itu aku melahirkan Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.
Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma'ruf dan senantiasa menjaga hijabnya.
Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nashrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: "Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!"
Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: "Mama aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam." Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.
Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di kakiku." Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: "Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah." Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.
Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.
Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata "Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah." Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: "Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku."
Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!
Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku."
Kami (aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: "Apakah engkau seorang muslimah?" Dia menjawab: "Tidak."
Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.
Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya,karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan memarikannya akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orangtuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: "Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?" Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna. " Temanku tersebut berkata: "Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati."
Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mangabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.
Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.
Dia berkata: "Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat."
Kukatakan: "(Mimpi) yang baik Insya Allah. "
Dia berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi."
Akupun bertanya kepadanya: "Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut."
Dia menjawab: "Aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku."
Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: "Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu." Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku ingin mencium pipimu yang kedua ." Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: "Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah."
Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallaah." Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah." Dan kelurlah rohnya.
Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kesturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil 'aalamin.
Setelah itu aku melahirkan Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.
Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma'ruf dan senantiasa menjaga hijabnya.
Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nashrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: "Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!"
Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: "Mama aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam." Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.
Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di kakiku." Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: "Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah." Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.
Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.
Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata "Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah." Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: "Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku."
Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!
Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku."
Kami (aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: "Apakah engkau seorang muslimah?" Dia menjawab: "Tidak."
Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.
Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya,karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan memarikannya akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orangtuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: "Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?" Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna. " Temanku tersebut berkata: "Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati."
Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mangabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.
Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.
Dia berkata: "Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat."
Kukatakan: "(Mimpi) yang baik Insya Allah. "
Dia berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi."
Akupun bertanya kepadanya: "Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut."
Dia menjawab: "Aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku."
Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: "Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu." Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku ingin mencium pipimu yang kedua ." Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: "Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah."
Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallaah." Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah." Dan kelurlah rohnya.
Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kesturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil 'aalamin.
~ Salam Santun Untuk Sahabat Fillah
~
Friday, 7 November 2014
Ayah, Ibu, Hati kita ada Rabb yang menjaganya
Ayah, Ibu, Hati kita ada Rabb yang menjaganya
Ayah, Ibu, do'a kalian tidak pernah lepas dari kami anak-anakmu, begitu pula do'a kami kepada kalian berdua Ayah, Ibu,
Namun saat ini, do'a itu terbagi, wahai Ayah, wahai Ibu,
Yah, telah terbagi, terbagi untuk seseorang,
Semoga kalian ridha terhadap kami wahai Ayah, Ibu
Jangan khawatir, cinta kami tidak akan hilang untuk kalian berdua Ayah,Ibu, begitu pula untuk Ayah & Ibu nya,
Ayah, Ibu, do'a kalian tidak pernah lepas dari kami anak-anakmu, begitu pula do'a kami kepada kalian berdua Ayah, Ibu,
Namun saat ini, do'a itu terbagi, wahai Ayah, wahai Ibu,
Yah, telah terbagi, terbagi untuk seseorang,
Semoga kalian ridha terhadap kami wahai Ayah, Ibu
Jangan khawatir, cinta kami tidak akan hilang untuk kalian berdua Ayah,Ibu, begitu pula untuk Ayah & Ibu nya,
*** KENAPA KITA HARUS BELA PALESTINA????????? ***
***
KENAPA KITA HARUS BELA PALESTINA????????? ***
Ketika
seorang Muslim bicara mengenai Palestina, maka ia setidaknya terluka secara
perasaan. Ada nilai kemanusiaan dan ke-Islam-an di bumi Palestinayang
diinjak-injak Zionis Israel. Sekalipun di Singapura misalnya ada peringatan
berdirinya negara Israel, kemudian ada warga Indonesia ikut hadir, itu cukup
melukai perasaan kita sebagai bagsa Indonesia yang anti penjajah di bumi ini.
Sebagai
bangsa Indonesia, melihat Palestina dan permasalahan yang dihadapinya, tidak
lepas dari beberapa hal penting:
Pertama,
Palestina dari kacamata kemanusiaan. Bangsa ini adalah bangsa yang dizalimi
Israel. Mereka dijajah, diusir dan bahan dibunuh. Bangsa Indonesia memiliki
sejarah panjang dengan penjajahan. Itulah sebabnya kenapa bangsa ini anti
terhadap penjajahan.
Kedua,
bangsa Indonesia berhutang budi kepada bangsa Palestina. Ketika rakyat
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Syaikh Amin al-Husaini, Mufti Besar
Palestina waktu itu, termasuk orang pertama yang mengucapkan selamat atas
kemerdekaan Indonesia juga berkeliling, mendorong negara-negara Arab untuk
mengakui kemerdekaan Indonesia. Sehingga tercatat dalam sejarah, Mesir adalah
negara pertama yang mengakui kemerdekaan rakyat Indonesia.
Ketiga,
Palestina dilihat sebagai bangsa yang memeluk Islam. Sehingga haknya sebagai
Muslim ada dipundak setiap Muslim Indonesia. Karena seorang Muslim dengan
Muslim yang lain hakekatnya bagai satu tubuh. Bila ada satu anggota tubuh yang
sakit maka dirasakan pulaoleh anggota tubuh yang lain.
Keempat,
antara Muslim Indonesia dan Palestina ada keterikatan Iman. Bila kita tidak
punya rasa dengan apa yang dihadapi rakyat Palestina, maka perlu dipertanyakan
keimanan kita. Tidak hanya itu, di tanah Palestina terdapat Al-Aqsha yang hingga
sekarang, Zionis Israel terus berupaya merobohkan kiblat pertama ummat Islam.
Sebagian lokasinya sudah mereka jadikan sebagai musium. Bahkan sekarang shalat
di masjid ini mereka dilarang.
Menurut
Syaikh Shadi Abu Uwaimir, rakyat Palestina sudah memberikan hal terbaik bagi
Al-Aqsha dan Palestina. Contoh kecil misalnya, seorang wanita biasa Palestina,
rumahnya dihancurkan Zionis Israel. Ia pun koma, terluka parah. Ketika siuman
di rumah sakit, “Bagaimana keadaan anak-anakku?,” tanyanya kepada dokter yang merawatnya.
“Anak-anakmu
semuanya sudah meninggal.” kata sang dokter.
“Alhamdulillah,
mereka telah mendahuluiku masuk surga.” Katanya.
“Dokter,
sekarang umurku 35 tahun, kira-kira berapa kali lagi aku melahirkan?” tanyanya.
“Anda
Insya Allah akan melahirkan kira-kira 10 kali lagi,” kata dokter itu.
“Demi
Allah, aku akan melahirkan tiap tahun satu anak untuk kebebasan Al-Aqsha.”
Katanya.
Lalu apa
jawaban kita bila nanti ditanya Allah, apa yang pernah kita persembahkan untuk
Al-Aqsha dan Palestina?
Untuk
itu, setidaknya ada tiga hal menjadi kewajiban setiap Muslim untuk membebaskan
Al-Aqsha dan Palestina dari cengkraman Zionis Israel.
**Pertama,
hendaklah umat Islam mendo’akan saudaranya yang edang terzalimi di bumi Para
Nabi. “Saya rasa semua orang dapat melakukan hal ini dengan mudah,” katanya.
**Kedua,
setiap Muslim berperan aktifmenyebarkan pemahaman yang benar pada masyarakat
kuas terkait permasalahan Al-Aqsha dan Palestina. Termasuk juga halnya dengan
kaum ibu, terus berupaya menanamkan cinta yang dalam kepada Al-Aqsha terhadap
anak-anaknya.
**Ketiga,
hendaknya setiap Muslim memberikan bantuan terbaiknya untuk membantu perjuangan
rakyat Palestina.
Dalam
sebuah riwayat, Maimunah r.a. berkata: “Wahai Rasulullah, berilah aku
penjelasan tentang Baitu Maqdis.”
“Baitul
Maqdis adalah tanah tempat kita akan dikumpulkan dan dibangkitkan, datang dan
shalatlah di dalamnya, karena shalat di dalamnya 1000 kali lipat dibanding
dengan masjid yang lain.” Sabda Rasulullah.
“Lalu
bagaimana bila kami tidak dapat shalat disana,?” tanya Maimunah.
Maka
Rasul memerintahkan, “Kirimlah minyak zaitun untuk menerangi masjid Al-Aqsha.
Dan barang siapa yang memberikan bantuan untuk Al-Aqsha sama pahalanya dengan
orang yang mendirikan shalat didalamnya.”
Namun
bantuan ini janganlah dianggap sedekah bagi rakyat Palestina, tapi itu semua
bagian dari jihad kita untuk kebebasan Al-Aqsha dan Palestina dari penjajah
Zionis Israel. Bukankah dalam sebuah riwayat mashur disebutkan, “Barang siapa
yang membantu menyiapkan perbekalan para mujahid, maka pahalanya sama dengan
mereka yang berjuang di jalan Allah.”
Sumber
disadur dari tulisan: “Apa yang dimaksud Masjid Al-Aqsha?” (Syeikh Raid Shalah,
Ketua Harakah Islam di wilayah Palestina)
Subscribe to:
Posts (Atom)